BAB II
PEMBAHASAN
A. Yurisprudensi
dan tata hukum ajaran Islam dinasti
Muawiyah
Dinasti
Umayyah didirikan oleh Muawwiyah Ibn Abi Sufyan Ibn Harib Ibn Umayyah dan
kurang lebih berdiri selama 90 tahun(40-132 H/661-750M). Pendirian dinasti
Umayyah dilakukan dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan ali, dan
melakukan perdamaian dengan pihak Ali yang secara politik menguntungkan
Mu’awiyayah. Dinasti Umayyah menjadikan Damaskus Sebagai Ibu kota
pemerintahannya dan pada masa pemerintahan ini banyak kemajuan, perkembangan
dan perluasan daerah terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid ibn Abdul
Malik.
Umat
Islam ketika telah bersentuhan dengan peradaban Bizantium dan Persia. Oleh
karena itu, Muawiyyah bermaksud mengikuti cara suksesi kepemimpinan yang ada di
Bizantium dan Persia yaitu monarki. Langkah awal dalam rangka memperlancar
suksesi pemerintahan dengan mengangkat Yazid Ibn Mu’awiyah sebagai putra
mahkota tahun 58H.
Untuk melaksanakan
ini, Muawiyah menggunakan segala cara. Pertama, kekerasan politik dan fisik. Ia memaksa
seluruh rakyatnya bersumpah setia kepada Yazid. Yazid
sendiri juga memaksa para sahabat di Madinah untuk
berbaiat kepadanya. Husein ibn Ali, cucu Nabi, yang menolak
berbaiat kepada yazid di perangi di Karbala, Iraq.
Pola
kekuasaannya sentralisasi, yaitu kekuasaan berpusat di satu tangan, yaitu di
tangan khalifah dan berada di pusat pemerintahan. Sementara di wilayah diangkat
gubernur atau amir sebagai wakil dari khalifah untuk mengurusi adminstrasi dan
harus bertanggung jawab kepada khalifah.
Dalam menjalankan hukum ajaran Islam pada
pemerintahannya, Dinasti Muawiyah menerapkan sistem di beberapa bidang antara
lain: