Bro en Sis rahimakumullah, pembaca setia gaulislam, alhamdulillah
bisa ketemuan lagi pekan ini. Hmm… mungkin di antara kamu ada
tanya-tanya bingung atau heran dengan judul edisi 295 ini. Hayo ngaku!
Hehehe.. judul yang kamu baca ini nggak salah. Buletin gaulislam akan
bahas topik hangat seputar rencana pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat ini. Maka, rasa-rasanya kita juga
perlu bahas soal ini. Kenapa? Sebab, kamu sebagai remaja juga kudu paham
masalah-masalah beginian. Jangan ngeh soal game online doang, nggak
cuma paham sinetron, musik, sepak bola, dan idola aja. Ayo, pahami
kondisi sekitar, baca fakta dan peristiwa yang hadir di depanmu.
So, ini artinya adalah kamu juga harus memikirkan nasibmu
sendiri. Gimana pun juga, kalo harga BBM jadi naik, ortu kamu juga
pusing. Pusing karena kudu menghemat keuangan keluarga tersebab
harga-harga kebutuhan pokok juga bakalan merangkak naik sesuai kurva
kenaikan BBM, ongkos transportasi otomatis naik (biasanya kan ongkos
angkot dua rebu rupiah sekali jalan, kalo BBM naik ya nambah lagi). Itu
baru dari dua sisi lho, sembako dan transportasi. Belum, lagi biaya
lainnya seperti kebutuhan berobat (kesehatan) dan biaya pendidikan (buku
dan sejenisnya). Jadi, ini semacam efek domino. Kamu tahu kan efek
domino itu apa? Hehehe.. kalo belum ngeh gini deh. Pernah nggak nyusun
kartu domino diberdiriin dan berderet memanjang. Nah, ketika satu kartu
dijatuhkan, maka kartu di belakangnya akan ikut jatuh dan merembet terus
sampai akhirnya jatuh smeua. Gitu lho, analoginya. Eh, bisa aja sih
kamu pake istilah sendiri, misalnya efek papan penggilasan. Kamu
berdiriin deh papan penggilasan berderat memanjang seperti pada kartu
domino, terus kamu jatuhin satu papan penggilasan agar semua papan
jatuh. Cuma masalahnya, itu terlalu repot nyari papan penggilasan dan
berat kali ye (hehehe…).
Oke, kita balik lagi ke soal kenaikan BBM. Yup, naiknya harga BBM
pasti akan diikuti dengan kenaikan harga yang lain karena polanya
begini: Ketika harga BBM naik, maka akan mengakibatkan kenaikan harga
transportasi yang kemudian mengakibatkan kenaikan biaya pengiriman
barang, dan akhirnya mengakibatkan kenaikan harga barang-barang,
akhirnya tentu saja menguras kocek pembeli. Saya yakin pemerintah sudah
tahu soal ini. Itu sebabnya, seperti pola sebelumnya, diantasipasi oleh
pemerintah dengan menyiapkan program kompensasi sebagai satu paket
program menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti pemberian beras miskin,
program keluarga harapan, program bantuan siswa miskin, program bantuan
langsung sementara masyarakat dan program infrastruktur dasar. Tetapi,
apa akan bertahan lama? Rasa-rasanya tidak. Justru program semacam ini
rawan malpraktek karena akan dijadikan alat untuk mendongkrak
popularitas partai tertentu di pemilu mendatang dengan pura-pura jadi
pengawas program tersebut. Korbannya? Ya, rakyat lagi.
Benarkah subsidi salah sasaran?
Sobat gaulislam, akhir-akhir ini pasti kamu sering dijejali dengan
iklan di televisi tentang kampanye alasan menaikkan harga BBM. Salah
satu yang menggelitik adalah: 80% subsidi salah sasaran, dengan kata
lain justru dinikmati orang kaya. Nah, apakah benar seperti itu?
Bagaimana kalo sebaliknya, yakni jika harga BBM dinaikkan yang terjadi
adalah 80% rakyat akan jadi korban? Nah, gimana deh tuh?
Soalnya gini deh. Memangnya kalo rakyat miskin udah dapetin beras
miskin atau bantuan langsung masyarakat, program keluarga harapan,
bantuan siswa miskin dan sejenisnya lalu masalah beres? Nggak lah.
Memangnya kalo bepergian nggak naik kendaraan umum (angkot dan bis)?
Padahal ongkosnya jadi naik. So, tetap aja kan kudu bayar dengan
duit lebih (karena nggak bisa bayar pake daun), maka uang dari
kompensasi kenaikan BBM bersubsidi jadi nyublim dah. Hadeeeuh.. pusing
juga kan pada akhirnya?
Oya, ngomongin soal subsidi, sebenarnya memang tugas negara melayani
dan mengayomi rakyatnya. Maka, subsidi sebenarnya bukan cuma untuk
rakyat miskin, tetapi semua rakyat yang menjadi tanggungan negara.
Sebab, kalo kebutuhan dasar (pokok) rakyat—seperti pendidikan,
kesehatan, sandang, pangan, dan perumahan, semuanya dijamin oleh negara
(karena memang itu hak rakyat dan kewajiban negara), rakyat yang tak
punya penghasilan karena sudah pensiun, tetap akan aman dan nyaman. Kalo
sekarang? Bisa jadi, mereka yang awalnya kaya pun, lama-lama akan jatuh
miskin karena dimiskinkan oleh kebijakan negara, dan yang miskin kian
menderita.
Tidak bersyukur, jauh dari barokah
Kamu dan juga banyak kaum muslimin rasa-rasanya sudah sering dapetin
keterangan dalam ajaran agama kita, bahwa kalo kita bersyukur, niscaya
Allah akan tambah nikmat buat kita. Kalo kita kufur, maka tunggulah
azabNya yang amat pedih. Nah, lebih jelasnya silakan buka al-Quran, “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7)
Nah, gimana caranya bersyukur? Tentu bukan semata mengucapkan
“alhamdulillah” ketika mendapat nikmat. Tetapi kudu dibarengi dengan
ibadah dan amal shalih serta ketaatan kepada Allah Ta’ala. Seseorang
yang udah bersyukur atas nikmat Allah kepadanya, maka ia akan rajin
ibadahnya, rajin shadaqahnya, giat dakwahnya, taat terhadap syariat,
memelihara akidahnya, getol usahanya dan senantiasa semua itu diniatkan
untuk menggapai ridho Allah Ta’ala. Bagi orang seperti ini, maka Allah
Swt. pasti akan menambahkan nikmatNya dan tentunya keberkahan.
Sebaliknya, kalo seseorang itu kufur nikmat (ingkar alias nggak
bersyukur) terhadap nikmat Allah, maka Allah akan membalasnya dengan
azab yang pedih. Naudzubillah. Banyak kasus juga kan, orang yang
kaya raya, tetapi nggak bersyukur? Yup, bisa saja hartanya akan habis
digerogoti biaya pengobatan penyakitnya, rumahnya kebakaran, anaknya
nyusahin dia, istrinya selingkuh, dan semua keburukan lainnya.
Bagaimana dengan konteks negara? Kamu kudu paham juga dong. Indonesia
ini negeri yang kaya raya. Coba deh hitung sendiri: tambang emas
melimpah, batubara banyak, hutan paling lebat, kekayaan laut bejibun,
nikel, timah, besi, tembaga, termasuk minyak bumi dan gas. Subhanallah,
seharusnya pemimpin dan juga rakyat negeri ini bersyukur. Bukan semata
mengucapkan kata “alhamdulillah”, tetapi juga ibadah dan melaksanakan
syariatNya. Pemimpin negara bukan semata muslim, tetapi dia wajib
menerapkan syariat Islam. Jika tidak, maka faktanya seperti sekarang.
Barang tambang yang merupakan milik umum (milik rakyat), malah
diserahkan kepada pihak asing, yakni negara lain untuk mengelola dan
mengendalikannya.
Padahal seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Imam
Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya: Telah memberitahu kami Ali bin
Ja’ad al-Lu’lu’iy. Telah memberitahu kami Hariz bin Ustman, dari Hibban
bin Zaid al-Syar’abiy, dari laki-laki yang berasal dari Qarn. Telah
memberitahu kami Musaddad. Telah memberitahu kami Isa bin Yunus. Telah
memberitahu kami Hariz bin Ustman. Telah memberitahu kami Abu Khidasy.
Dan ini adalah lafadh Ali dari laki-laki di antara kaum
Muhajirin, di antara sahabat Nabi saw. Ia berkata saya mengikuti Nabi
saw berperang sebanyak tiga kali, sedang saya mendengar beliau bersabda:
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.“
Secara sederhananya, semua itu adalah milik kaum muslimin: padang
rumput yang luas dimana semua ternak kaum muslimin boleh makan rumput di
situ dengan gratis, air yang jumlahnya banyak sehingga semua kaum
muslimin bisa memanfaatkannya dengan mudah dan gratis pula, serta yang
dimaksud “api” di sini adalah semua yang kaitannya dengan energi: minyak
bumi, gas, listrik, batubara dan sejenisnya. Sehingga, untuk semua
kepemilikan tersebut, negara yang mengelolanya demi kesejahteraan
rakyatnya.
Bro en Sis rahimakumullah, ‘penggila’ gaulislam, masalahnya sekarang
justru semua kepemilikan itu tak membuat rakyat sejahtera. Negara malah
berbisnis dengan rakyatnya sendiri, dan mahal pula. Anehnya lagi, milik
kaum muslimin justru dijual oleh negara, atau setidaknya negara
berbisnis dengan pihak asing untuk eksplorasi minyak bumi dan gas yang
hasilnya tentu saja lebih besar untuk mereka. Ironi tak bertepi dari
negeri yang kaya minyak bumi dan gas, tetapi justru harga BBM-nya mahal
dan membebani mayoritas rakyatnya. Dengan kata lain, hasilnya tak
dinikmati rakyatnya, justru rakyat harus menanggung beban dari hasil
korupsi para pejabat negaranya. Memilukan.
Inilah akibat tidak bersyukur—apalagi jika ditambah tidak beriman dan
tidak bertakwa, sehingga keberkahan jauh dari negeri ini. Allah Swt.
berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka
di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka
di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka
apakah mereka merasa aman dari makar Allah (ketika mereka lalai dengan
nikmat yang Allah berikan kepada mereka sebagai bentuk istdroj kemudian
Allah datangkan adzab yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman
dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS al-A’raaf [7]: 96-99)
Imam al-Hasan al-Bashri yang dicantumkan Ibnu Katsir asy-Syafi’i rohimahumallah dalam tafsirnya untuk ayat ini, “Seorang
mukmin (sejati) adalah orang yang beramal ketaatan dan ia takut dan
khawatir (amalnya tidak diterma Allah dan takut dari makar Allah).
Sedangkan orang yang fajir adalah orang yang berbuat maksiat dan ia
merasa aman (dari makar Allah)” (dalam tulisan di alhijroh.com)
Sobat gaulislam, mengakhiri tulisan ini, kita seharusnya merenung:
apakah kita sudah bersyukur selama ini? Apakah para pemimpin negeri ini
sudah membuktikan keimanan dan ketakwaannya? Jika kita dan para pemimpin
negeri ini sudah beriman, bertakwa dan besyukur, namun tetap mengalami
kondisi sulit, semoga itu adalah ujian dari Allah agar kita semua makin
kuat. Tetapi bagaimana jika sebaliknya? Kita—dan terutama para pemimpin
negeri ini—justru tak menunjukkan buah dari keimanan kita, tak bertakwa
dan bahkan kufur nikmat (dengan menerapkan aturan buatan manusia, yakni
kapitalisme-sekularisme dengan instrumen politiknya bernama demokrasi),
maka kesulitan-kesulitan yang mendera saat ini adalah bagian dari
azabNya. Naudzubillah.
Itu sebabnya, kita mempertanyakan nih, kenapa harus menaikkan harga
BBM bersubsidi sebagai solusi defisitnya APBN? Mengapa tidak membasmi
mafia pajak, memberantas praktek korupsi di semua level pemerintahan,
lalu menasinaliosasi perusahaan-perusahaan pertambangan minyak, itu jauh
akan lebih efektif untuk mendapatkan pemasukan bagi keuangan negara,
ketimbang membebani rakyat dengan efek domino dari kenaikan harga BBM.
Lalu solusinya apa? Ganti sistem! Ya, campakkan sistem
kapitalisme-sekularisme, lalu terapkan syariat Islam sebagai buah
konsekuensi dari keimanan, ketakwaan dan rasa syukur kita semua.
Sehingga keberkahan dan kemudahan hidup akan selalu kita dapatkan. Allah
Ta’ala berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah
yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS ath-Thalaaq [65]: 2-3)
Ayo, para pemimpin negeri muslim (semuanya, bukan hanya di
Indonesia), termasuk kita semua seluruh kaum muslimin untuk membuktikan
buah keimanan, ketakwaan dan rasa syukur kita dengan menerapkan syariat
Islam sebagai ideologi negara, bukan sekadar di tingkat individu. Tentu,
agar Allah memberikan kelimpahan rizki dan keberkahan senantiasa
menaungi kita semua. Wujudnya? Terapkan syariat Islam dalam bingkai
Khilafah Islamiyah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw., para khulafa ar-Rasyidin, dan para pemimpin kaum muslimin selama
14 abad. Syariat Islam ini akan mengatur kehidupan umat manusia,
termasuk mengelola sumber daya alam (seperti BBM) agar bermanfaat bagi
kehidupan yang lebih baik. Jadi, tak perlu jmenaikkan harga BBM, kan? [solihin | Twitter @osolihin]
http://www.gaulislam.com/mengapa-harga-bbm-harus-naik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar